NGOMONG GEN I

00.01 Putu Dharma Yusa 0 Comments



NGOMONG GEN I

Hari, tanggal : Sabtu, 23 Januari 2016
Pukul            : 19.00 – 22.00 WIB
Tempat         : Jenggokil Cafe, Jalan Rajawali Selatan II, No. 8, Kemayoran, Jakarta.
Donasi          : minimal Rp 25.000 (include Nasi Jinggo + Yeh Biasa)

PITCHING TOPIC: BALI, CINTA DAN PERGERAKANNYA

Bali itu penuh cinta, berkat eksotika tak tertandingi yang dimilikinya. Alam, budaya, tradisi, dan lengkap dengan manusianya. Semesta pun juga mengakuinya. Buktinya, setiap tahun Bali selalu menyandang gelar pulau terbaik. Tak jarang siapapun yang menginjakkan kaki di tanah Bali selalu membuat tagar “I Love Bali” atau “Jaen Idup di Bali” dan sejenisnya.

Namun, seringkali orang melupakan dan mengabaikan sisi lain dari Bali. Mungkin, ini sisi gelap. Bali sedang digerogoti semut rongrong yang bernama kapital. Superkapital, bahkan. Kekuatan modal yang sungguh luar biasa. Rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 838 hektar, pembangunan akomodasi wisata dengan alih fungsi lahan hingga 1.000 hektar tiap tahun, mandegnya reklamasi Pulau Serangan, rencana investasi kelas kakap di Pulau Menjangan (utara Bali), hingga pemanfaatan wisata di kawasan suci Besakih adalah salah sekian dari setumpuk masalah yang ada.

Kita, tidak bisa duduk terpaku berdiam diri. Di Bali sendiri, sudah banyak pergerakan yang menentang penjajahan model baru ini. ForBali salah satunya, yang konsisten menyuarakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Dan beberapa pergerakan lain seperti BaliNotforSale-Ubud, dsb. Dan, kini Bali memang benar-benar bergerak.

Bagaimana menurut Anda (anak muda beda dan berbahaya) ?

DOKUMENTASI


Bali yang cantik, kian dipermak oleh para pemodal dan penguasa yang rakus. Alhasil, pembangunan yang tidak terkontrol menyisakan sejumlah masalah lingkungan: alih fungsi lahan pertanian, sampah, banjir, dsb. Terlebih ada yang ngotot akan mereklamasi Teluk Benoa, daerah konservasi utama di pesisir Bali Selatan. Oleh karena kami cinta, maka kami bersuara. Sekalipun tak terdengar, kami tetap berteriak. Dan, inilah suara-suara kami.



Cinta Bali, kami tunjukkan dengan cara sederhana: mencintai kulinernya di tanah rantau. Nasi jinggo yang dibungkus daun pisang. Apa hubungannya dengan tolak reklamasi? Daun pisang lebih mudah terurai dan bisa jadi kompos dibandingkan kertas minyak, sterofoam, dll. Cinta lingkungan masa depan adalah misi tumpangan dari Bali Tolak Reklamasi.



"Orang Bali sesekali harus ke luar (a.k.a merantau). Agar tidak terlalu nyaman dengan rumah hingga lupa dengan masalah yang terjadi. Keluar, agar Bali terlihat lebih jelas." Kami melihat Bali dari Jakarta, seperti melihat rumah dari luar pagar. Keindahan sekaligus kekurangannya lebih jelas terlihat.



"Pembangunan di Bali sudah melampaui batas dan tidak merata. Maka, reklamasi Teluk Benoa tidak diperlukan. Lebih baik bangun daerah yang tertinggal di Bali". Benar! Bali selatan sudah sesak dengan hunian dan akomodasi wisatanya. Sesak. Sekali lagi sesak. Jalur hijau banyak diterabas. Pantai di Canggu dibeton. Sampah kiriman meledak di Kuta. Banjir di Suwung. Abrasi di pesisir Sanur, Lebih, Serangan, Tanjung Benoa. Dan seterusnya. Lebih baik bangun di Bali Timur, Bali Barat, Bali Utara. Tapi perhatikan lagi lingkungan, manusia, dan masa depan.


Kami screening film dokumenter "Karya Segara (Bekerja untuk Laut)" produksi 2013. Film ini bercerita perjuangan nelayan Pesisir Serangan yang dikomandoi Pak I Wayan Patut, bangkit dari kehancuran pasca reklamasi Pulau Serangan seluas 491 hektar. Reklamasi menghancurkan ekosistem terumbu karang. Ikan Bali Stoides hampir punah, mangrove rusak, penyu tidak ada yang singgah bertelur lagi. Nelayan menjadi penambang karang, masyarakat jadi korban. Mirisnya, hingga kini reklamasi terbengkalai. Menyisakan lahan kapur, tak termanfaatkan. Silahkan cek di google maps. Buktikan! Jadi, masih ngotot bilang reklamasi itu baik? Reklamasi itu revitalisasi?



"Turis kenal Bali karena eksotika pantainya. Itu tidak ada di negaranya. Jika realitanya laut akan diurug (direklamasi), maka jelas turis akan kecewa. Bali bisa diboikot." Benar! Bali hampir diboikot pariwisatanya pasca reklamasi Pulau Serangan. Karena Serangan - yang dijuluki pulau Penyu - menjadi daerah pembantai penyu terbesar di dunia. Pola pikir pembangunan masih aneh, negara maritim kok ngurug laut? Turis nyari keindahan laut, kok diurug? Lucu.



"Kalau kita sekali saja berhenti, berarti kita sudah kalah. Maka, suara-suara penolakan (seperti Bali Tolak Reklamasi) harus terus digelorakan". Benar! Diam sama dengan membiarkan Bali tenggelam. Maka, salah satu jalan adalah bersuara. Mengemukakan opini seperti ikut menyadarkan diri dan (mungkin) orang lain akan pentingnya sebuah masalah. Bali Tolak Reklamasi adalah salah satu misi untuk melatih kecintaan kita akan alam dan masa depan.



Selain kuliner, screening film, dan open mic, ngomong gen juga menyediakan panggung musik. Karena lirik-lirik lagu juga adalah suara perjuangan yang dilantunkan dengan cara yang indah. Music performance menampilkan Bli Komang Agus. Ia menyanyikan dua lagu Bali: (1) Melajah Neresnain Gumi (Belajar Mencintai Bumi); dan (2) Gadang-Gadang (Hijau). Dua lagu ini dipopulerkan oleh Bli Nanoe Biroe, musisi kenamaan Bali. Liriknya menasehati manusia untik selalu menjaga lingkungan. Tri hita karana bukan slogan, tapi implementasi. Menanam mangrove itu bukan di pasir, tapi di lahan gambut. Lucu, orang yang mengaku paling paham Tri Hita Karana, tidak bisa implementasi unsur palemahan.



"Yen bin mani gumine nyilem, pasti kal nyilem ajak makejang. Benyah, meledak lan ilang ajak makejang. Melajah neresnain gumi". Artinya: jika besok dunia akan tenggelam, maka semua pasti akan tenggelam. Jika meledak, rusak, dan hilang, maka semua manusia juga akan hilang. Belajar mencintai bumi. Seperti belajar mencintai kekasih hati, berikan yang terbaik untuknya. Untuk bumi.



"Saya pecinta bola. Tapi saya kecewa dengan Ronaldo. Dengan lucunya, ia mau menjadi icon peduli mangrove yang digagas oleh investor reklamasi Teluk Benoa". Benar! Ini namanya Greenwashing. Mencuci otak masyarakat, agar membenarkan bahwa jika reklamasi itu dilaksanakan, lingkungan Teluk Benoa akan jadi lebih baik. Maka, tidak salah jika pak Zulkifli Hasan (ketua MPR, yang dulu menggagas acaranya Ronaldo) kini ikut berteriak mendukung reklamasi. Awas, ada udang di balik batu.



Di acara ngomong gen, kami tidak hanya berteriak tanpa dasar. Kami selalu berusaha mencari sumber-sumber terpercaya. Membandingkan reliabilitasnya. Karena kami yakin, kebenaran pasti akan menang. Pihak pro reklamasi hanya menghandalkan pembenaran, bukan kebenaran. Silahkan dibuktikan kajian amdal secara ilmiah. Silahkan didebat pro-kontra reklamasi dari sisi budaya dan Tri Hita Karana. Karena itu, kami optimistis kami akan menang.



"Saya pernah dua tahun (2007-2008) riset dampak sosial reklamasi Pulau Serangan. Dari sana saya paham bahwa Bali tidak butuh reklamasi. Cukup warga Serangan yang sudah berkorban". Ini saya. Iya! Tahun 2007, saya bersama Yuhana dan Mega mengungkap hasil penelitian di Coremap-LIPI. Bahwa, reklamasi di Serangan sangat mengoyak kondisi sosial-ekonomi masyarakat Serangan. Perlahan masyarakat sadar, mereka secara swadaya mulai bangkit berbenah: menyelamatkan penyu (di TCEC Serangan) dan merawat mangrove. Tahun 2008, bersama Darya Kartika dan Harta Wedari saya masih mengangkat dampak reklamasi Pulau Serangan di LIPI. Kali ini saya lebih berfokus pada kerusakan terumbu karang hampir 10 hektar. Lalu di bawah komando Pak Patut, nelayan serangan membuat kelompok nelayan peduli terumbu karang yang bernama Karya Segara. Tahun-tahun setelahnya saya masih berjuang mengungkap masalah dampak reklamasi ini melalui tulisan di blog dan film dokumenter. Dan saya sadar, reklamasi adalah bullshit. Gak ada sama sekali keuntungan yang diperoleh orang Bali dari reklamasi.



Ini adalah Ivan Bravida. Salah seorang crew film dokumenter perjalanan "Bali Bergerak". Film yang akan mengajak jalan-jalan ke tempat alternatif: melihat Bali dari sisi perjuangannya. Nantikan film ini di acara Ngomong Gen periode II.



Kami berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 50.000. Tidak banyak memang. Kami akan terus mengumpulkan, dan setelah cukup, kami akan donasikan untuk membantu pergerakan teman-teman forbali di Bali.



Jangan lupa! Nantikan NGOMONG GEN PERIODE II, bulan depan Maret 2016. Akan ada kuliner, film, musik, dan open mic yang lebih gokil.


DONASI

Donasi yang terkumpul pada acara Ngomong Gen I adalah sebesar: 
Rp 50.000,-


0 komentar: